Subscribe:

MODAL KECIL UNTUNG BESAR

Rabu, 29 Juli 2015

Islam Merancang Akan Menjadi Penopang Kemajuan Bangsa Indonesia


TIDAK bisa dimungkiri bahwa umat Islam di Indonesia merupakan mayoritas. Tapi, seperti yang dikemukakan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Islam baru menang secara kuantitas dan justru menjadi minoritas dari sisi kualitas. Umat Islam, terutama jamaah NU dan Muhammadiyah, sering kali terjebak dengan urusan remeh sehingga membuat mereka tertinggal.
Ketika kelompok-kelompok minoritas datang dan membuat gerakan yang lebih progresif, NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi mayoritas tergagap-gagap. Kondisi tersebut harus diperbaiki. Meski tidak pernah membahasnya dalam satu meja, ternyata NU dan Muhammadiyah memiliki pandangan dan gagasan yang sama kendati tidak benar-benar sama.
Melalui muktamar yang hendak digelar keduanya, NU maupun Muhammadiyah sama-sama menginginkan untuk menjadi bagian terbaik dalam pembangunan Indonesia. ”Ke depan, kita umat Islam harus jadi penentu,” tegas Ketua PB NU KH Said Aqil Siradj.
Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin pun sepakat dengan pernyataan tersebut. Bagi Muhammadiyah, gerakan Islam ke depan harus berimpitan dengan tujuan negara, yakni Indonesia yang berkemajuan. Kalau Islam di Indonesia maju, negara dipastikan mengikutinya. ”Karena itu, kita harus jadi faktor penentu perubahan Indonesia. Kita harus mengambil peran di baris terdepan,” kata Din.
Untuk itu, Muhammadiyah sudah berkomunikasi dengan sejumlah negara. Misalnya, dengan Jepang, Tiongkok, Malaysia, dan Korea Selatan. Tujuannya menghadapi ekonomi global yang kiblatnya telah bergeser ke Pasifik. Perubahan tersebut mau tidak mau pasti berdampak ke Indonesia.
Dari kacamata Din, negara belum cukup siap untuk itu. Karena itu, Muhammadiyah melakukan gerak lebih dahulu. ”Kita harus bergerak agar ke depan umat menjadi mandiri. Kita juga nanti bisa menempatkan diri sebagai mitra negara untuk kemajuan,” paparnya. Gagasan tersebut, jelas Din, akan dijabarkan lebih detail melalui muktamar di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 3 sampai 7 Agustus.
Demi mewujudkan itu, tentu umat Islam harus bisa menjaga dirinya. Menjauhkan diri dari aksi saling bermusuhan yang justru menghabiskan energi. Sebaliknya, sesama umat Islam harus saling menghormati. Bahu-membahu untuk menjadi penentu arah bangsa ke masa yang jauh lebih baik.
Pandangan Din itu secara tersirat disepakati KH Said Aqil. Itu tecermin dengan tema Islam Nusantara yang diusung NU dalam muktamar ke-33 di Jombang, 1–5 Agustus nanti. Islam Nusantara ditegaskan KH Said Aqil bukan semata untuk memperkuat jamaah nahdliyin, tapi juga untuk Indonesia.
Dari sudut pandang kiai asal Cirebon tersebut, Islam memang harus dipadukan dengan semangat kebangsaan. ”Tanah air harus lebih dahulu diperkuat baru kemudian Islam. Kalau tidak seperti itu, apakah Islam mau dibangun di atas angin? Islam dan nasionalisme itu jangan dibenturkan,” jelasnya.
Sebaliknya, Islam bisa menjadi bagian penting kemajuan Indonesia. Jika Muhammadiyah mulai mengawali komunikasi dengan beberapa negara, NU semakin menguatkan pendidikan umat. Selain menjaga dan memperkuat basis pendidikan di pesantren, NU memperkuat pendidikan formal. Begitu pula kesehatan.
NU kini terus membangun SMA dan SMK. Khusus SMK, saat ini sudah terbangun 64 SMK baru. ”Kita harus berjuang agar generasi yang akan datang kuat segalanya. Kuat pikirnya, kuat jiwanya, dan kuat ekonominya. Jika mereka kuat, secara otomatis negara juga ikut kuat,” paparnya.(eko/fim/c6/fat)

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan kasih komentar